Banyumas: kepriwé, sekolah kok rusak kaya kiyé?

SDN 2 Karangtengah, Cilongok, Banyumas, Jateng, Selas (23/4/2013). Sudah dua tahun banguannya rusak. — © Idhad Zakaria/Ant

Sistem pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang berdampak pada efektivitasnya secara keseluruhan. Salah satu kekhawatiran utama adalah ketimpangan distribusi sumber daya pendidikan, yang menyebabkan variasi kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Kurikulum ini dikritik karena fokus teoritisnya, sehingga memicu seruan reformasi yang menjadikannya lebih praktis dan selaras dengan kebutuhan angkatan kerja modern. Selain itu, permasalahan terkait kualitas guru, pelatihan, dan infrastruktur masih ada, dimana beberapa sekolah kekurangan sumber daya penting dan pendidik yang berkualitas.

Akses terhadap pendidikan masih menjadi tantangan besar, terutama bagi kelompok marginal, karena kendala ekonomi, hambatan geografis, dan faktor budaya dapat menghambat partisipasi. Pengujian terstandar sangat ditekankan, sehingga berpotensi membatasi pendekatan pembelajaran yang lebih holistik dan kreatif. Bahasa pengantar, terutama Bahasa Indonesia, dapat menjadi hambatan di daerah yang lebih banyak menggunakan bahasa daerah di rumah. Beruntungnya, dalam beberapa tahun terakhir banyak sekolah swasta yang didirikan, seperti smkbinanusa.ac.id, yang memperbaiki situasi secara keseluruhan.

Kesenjangan sosio-ekonomi dan regional berkontribusi pada kesenjangan pendidikan, dimana anak-anak dari keluarga kaya dan daerah perkotaan memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan berkualitas. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengatasi masalah ini, dengan berbagai pemangku kepentingan berupaya untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Namun, komitmen dan kolaborasi berkelanjutan di berbagai tingkatan sangat penting untuk mencapai perbaikan yang bermakna dan bertahan lama dalam sistem pendidikan.

Longoklah Cilongok. Di kecamatan itu, bangunan sekolah SDN 2 KarangTengah, Banyumas, Jateng, sudah dua tahun rusak. Apa boleh buat, siswa kelas 1, 2, dan 4 belajar di perpustakaan sekolah dan gudang sebelah peturasan. Amatan siang tadi (23/4/2013) melaporkan itu.

Bagimana kalau bergiliran pakai kelas? Kata Kepala Sekolah Tarsono kepada Radar Banyumas pekan lalu, “Itu tidak mungkin.” Jarak rumah siswa ke sekolah 2,5km. Angkutan umum terbatas, kondisi jalan makin buruk saat curah hujan tinggi. Arti bahasa Banyumasan pada judul adalah, “Bagaimana, sekolah kok rusak seperti ini?”

    Komentar

    itu sd msh msk wilayah republik indonesia?

    x
    x